Selasa, 31 Mei 2016

FUNGSI AL-QAWA’ID AL-FIQHIYYAH DAN RELEVANSINYA DENGAN USHUL FIQH DAN FIQH



FUNGSI AL-QAWAID AL-FIQHIYYAH DAN RELEVANSINYA DENGAN
USHUL FIQH DAN FIQH
Bab I
Pendahuluan
A.           Latar belakang masalah.
Meluasnya wilayah kaum muslimin diberbagai penjuru dunia dan kemajuan teknologi tak bisa dipungkiri, begitu juga dengan permasalahan yang sering muncul bahkan malah semakin kompleks. Tantangan-tantangan tersebut menuntut solusi untuk diselesaikan. Disinilah, para ulama’ berperan penting sebagai penyampai dari sumber hukum islam yakni Al-Qur’an dan Hadits. Akan tetapi, dua sumber hukum tersebut (Al-Qur’an dan Hadits) masih terlalu general dan membutuhkan penafsiran-penafsiran yang tepat.
Oleh karena itu, diperlukan metode pemikiran yang mudah guna memecahkan persoalan masyarakat sehingga tidak menjadi berlarut-larut tanpa kepastian hukum. Kemudian para ulama’ memunculkan al-Qawa’id al-Fiqhiyah dimana metodologi tersebut diproduksi dari perbuatan-perbuatan mukallaf yang telah ada (fiqh) hukumnya kemudian diklasifikasikan akhirnya disimpulkan dan menjadi al-Qawa’id al-Fiqhiyah. Apabila sudah dianggap sesuai dengan Al-Qur’an dan Hadis (menjadi kaidah yang mapan & akurat), maka para ulama’ menggunakan kaidah-kaidah tersebut sebagai jawaban dari tantangan perkembangan masyarakat, baik dibidang sosial, ekonomi, politik, budaya, dan sebagainya. Adapun manfaat dari al-Qawa’id al-Fiqhiyah akan dipaparkan pada pembahasan berikut ini :
B.            Rumusan Masalah.
Untuk mempermudah pembahasan makalah ini, kami susun rumusan masalah sebagai berikut :
1.         Pengertian al-Qawa’id al-Fiqhiyyah.
2.         Fungsi al-Qawa’id al-Fiqhiyyah.
3.         Relevansi antara al-Qawa’id al-Fiqhiyyah, Fiqh, dan Ushul Fiqh.



Bab II
Pembahasan

A.    Pengertian al-Qawa’id al-Fiqhiyyah.
“Al-Qawa’id” bentuk jamak dari kata “Qa’idah (kaidah). Secara bahasa, Qa’idah bermakna asas, bangunan, aturan, undang-undang.[1] Lafadz “al-Qawaid” yang disandarkan pada lafadz “al-fiqh” maka bermakna dasar-dasar atau asas-asas yang bertalian dengan masalah-masalah fiqh. Menurut Imam Suyuthi dalam kitabnya al-Asybah wa al-nazhair, yakni :
حُكْمٌ كُلِّيٌّ يَنْطَبِقُ عَلَى جُزْئِيّاَتِهِ
“Hukum kulli (menyeluruh, general) yang meliputi bagian-bagiannya.”[2]
Sejak dahulu sampai saat ini tidak ada ulama yang mengingkari akan penting peranan al-qawaid al-fiqhiyah dalam kajian ilmu syariah. Para ulama menghimpun sejumlah persoalan fiqh yang ditempatkan pada suatu al-qawaid al-fiqhiyah. Apabila ada masalah fiqh yang dapat dijangkau oleh suatu kaidah fiqh, masalah fiqh itu ditempatkan di bawah kaidah fiqh tersebut. Melalui al-qawaid al-fiqhiyah atau kaidah fiqh yang bersifat umum memberikan peluang bagi orang yang melakukan studi terhadap fiqh untuk dapat menguasai fiqh dengan lebih mudah dan tidak memakan waktu relatif lama.[3]
B.     Fungsi al-Qawa’id al-Fiqhiyyah.
Menurut Hasbi as-Shiddieqy, berpendapat bahwa keunggulan seorang faqih itu dilihat dari sejauh mana pendalamannya terhadap kaidah-kaidah fiqh sebab kaidah-kaidah fiqh mengandung rahasia dan hikmah.[4]
Diantara fungsi da ri al-qawa’id al-fiqhiyyah adalah sebagai berikut:
1.         Dapat memahami dan mengetahui asas-asas umum fiqh, Karena terdapat saling keterkaitan antara keduanya, dan juga mengetahui benang merah yang mewarnai fiqh.
2.         Memudahkan dalam menetapkan hukum bagi masalah-masalah yang dihadapi, dengan cara menganalisis masalah tersebut lalu dikelompokkan pada salah satu kaidah yang ada.
3.         Menjadikan arif saat mengimplementasikan fiqh sesuai situasi dan kondisi untuk keadaan dan adat yang berbeda.
4.         Membuka rahasia-rahasia dan hikmah-hikmah yang ada dalam ajaran hukum islam yang mendekati pada kebenaran, kebaikan, dan keindahan.[5]
Fadlolan Musyaffa’ dalam bukunya “Islam Agama Mudah” memberikan penjelasan terkait dengan fungsi dari kaidah fiqih sebagai berikut:
1.      Menginventarisir masalah-masalah yang ada untuk dicarikan legitimasi hukumnya.
2.      Menyatukan hukum-hukum atas beragam persoalan yang mempunyai kesamaan illat.
3.      Kaidah fiqih mampu memberikan informasi yang akurat di dalam mengelaborasi hukum syar’i secara luas. Berbeda dengan kaidah ushul yang hanya berorientasi kepada penggalian makna dan substansi nash.[6]
C.     Relevansi antara al-Qawa’id al-Fiqhiyyah, Fiqh, dan Ushul Fiqh.
Ketiga ilmu tersebut sangat berkaitan erat tidak dipisahkan satu dengan yang lainnya, karena pada dasarnya fiqh itu sendiri yang menjadi pokok pembicaraan al-qawa’id al-fiqhiyyah dan ushul fiqh.
Karena fiqih tumbuh dari hasil istinbath (penggalian hukum), fatwa dan ijtihad, maka diperlukan perangkat yang mengatur pencapaian produk-produk fiqih, yang dikenal dengan ilmu ushul fiqh (legal theory) dan qowa’id fiqhiyah (legal maxims).[7] Yang pertama (ushul fiqh) dipahami oleh para yuris muslim sebagai bangunan prinsip dan metodologi investigatif dengan aturan-aturan hukum praktis untuk memperoleh sumber-sumber partikularnya. Sementara  qawai’d fiqhiyah lebih bercorak sebagai pedoman pengambilan keputusan hukum agama secara praktis. Dan ini menentukan bentuk akhir keputusan hukum yang akan diambil jika kondisi dan persyaratan yang melatar belakangi suatu masalah yang tadinya sudah diputuskan telah mengalami perubahan.
Sebuah hukum fiqh tidak dapat dikeluarkan dari dalil/sumbernya (nash al-Qur’an dan sunah) tanpa melalui ushul fiqh.Ushul Fiqh adalah sebuah ilmu yg mengkaji dalil atau sumber hukum dan metode penggalian (istinbath) hukum dari sumbernya. Dapat dikatakan bahwa ushul fiqh sebagai pengantar dari fiqh, memberikan alat atau sarana kepada fiqh dalam merumuskan dan menemukan penilaian-penilaian syari’at serta peraturan-peraturannya dengan tepat.[8] Misalnya hukum wajib sholat dan zakat yang digali (istinbath) dari ayat Al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 43 yang berbunyi :
واقيمواالصلاةوءاتواالزكوة  ..
“dan dirikanlah sholat dan tunaikanlah zakat ...”
Firman Allah diatas berbentuk perintah yang menurut ilmu ushul fiqh, perintah pada asalnya menunjukan wajib selama tidak ada dalil yang merubah ketentuan tersebut ( الاصلفىالامرللوجوب).
 Hukum syara’ tentang perbuatan manusia (amaliah) yg digali dari dalil atau sumber hukum itulah dinamakan fiqh. Jadi fiqh adalah produk operasional ushul fiqh. Sebagaimana contoh dari dalil al-Qur’an di atas maka perintah melakukan sholat dan menunaikan zakat hukumnya wajib jika tidak ada dalil lain yang bisa menentukan hukum lain dari perintah tersebut. Inilah fiqh yang harus dijalankan oleh setiap muslim secara umum.
 Hukum yang dihasilkan dari istinbath (penggalian) dari sumbernya (dalil) itu sangat banyak sekali yang sulit untuk dihafal satu persatu. Maka untuk memudahkannya, hukum-hukum yang berbeda-beda yang mempunyai kesamaan dihimpun dalam suatu ketentuan umum atau kaidah. Ketentuan umum atau kaidah itulah yang kemudian dinamakan al-qowa’id al-fiqhiyyah.
Hubungan antara al-qowa’id al-fiqhiyyah dengan fiqh sangat erat sekali karena al-qowa’id al-fiqhiyyah dapat dijadikan sebagai kerangka acuan dalam mengetahui hukum perbuatan seorang mukalaf. Ini karena dalam menjalankan hukum fiqh kadang-kadang mengalami kendala-kendala. Misalnya kewajiban shalat lima waktu yang harus dikerjakan tepat pada waktunya. Kemudian seorang mukalaf dalam menjalankan kewajibannya mendapat halangan, karena ia diancam bunuh jika mengerjakan shalat tepat pada waktunya. Dalam kasus seperti ini, mukalaf tersebut boleh menunda sholat dari waktunya karena jiwanya terancam. Hukum  boleh ini dapat ditetapkan lewat pendekatan al-qowa’id al-fiqhiyyah, yaitu dengan menggunakan qaidah :”الضرار يزال“ bahaya wajib dihilangkan.
Jika kita telaah lebih dalam, perbedaan antara kaidah ushul dan kaidah fiqih dapat disimpulkan sebagai berikut:
1.      Pengaruh ushul fiqih bagi fiqih terletak pada orientasinya yang concern terhadap penggalian nash atau teks yang ada. Ushul fiqh mengupas lebih jauh tentang substansi yang terkandung di dalam kata dan kalimat, baik dari al-Qur’an atau al-Hadits. Dari kajian inilah kita mengetahui bahwa misalnya, perintah menunjukkan wajib dan larangan menunjukkan haram. Demikian juga dengan pembagian wajib dan haram. Hasil ini kemudian dikaji lebih dalam oleh fiqih. Apa yang dihasilkan oleh fiqih tersebut akan mempunyai implikasi secara langsung terhadap seorang mukallaf untuk melaksanakan kewajiban secara umum (taklif syar’i).
2.      Kaidah ushul adalah kaidah universal yang pengaplikasiannya sangat umum. Adapun kaidah fiqih merupakan panduan penentuan hukum mayoritas dari bagian-bagian yang lebih spesifik dan dengan beberapa pengecualian (mustatsnayat).
3.      Kaidah ushul merupakan perantara (dzariah) untuk mengkaji legitimasi hukum. Sedangkan kaidah fikih adalah kumpulan dari hukum-hukum yang mempunyai kesamaan illat.
4.      Kaidah fikih terbentuk setelah furu’(cabang). Dengan kata lain, kaidah fikih merupakan kumpulan beberapa furu’(cabang) yang mempunyai kesamaan illat. Lain halnya dengan ushul, ia ada sebelum furu’. Bahkan furu’baru bisa dihasilkan setelah melalui proses penggalian atas dali-dali yang ada (ushul).
5.      Konklusi secara umum, ushul fikih dan kaidah fikih masing-masing mempunyai perbedaan dan persamaan. Persamaan antara keduanya ialah sama-sama memiliki bagian-bagian spesifik yang tingkatannya berada dibawahnya. Adapun perbedaan mendasar antara keduanya, kaidah ushul adalah kaidah yang terperinci sebagai modal menggali hukum. Sedangkan kaidah fikih berorientasi kepada pengkajian hukum-hukum syar’i yang selanjutnya dikumpulkan menjadi satu kumpulan dengan masalah-masalah lain yang mempunyai kesamaan illat.
Demikianlah hubungan antara fiqh, al-qawaid al-fiqhiyah, ushul fiqh. Hukum syara’ (fiqh) adalah hukum yang diistinbath dari nash al-Qur’an dan sunnah melalui pendekatan ushul fiqh yang diantaranya menggunakan qawaid ushuliyah. Hukum syara’ (fiqh) yang telah diistinbath tersebut diikat oleh al-qawaid al-fiqhiyah, dengan maksud supaya lebih mudah difahami dan identifikasi.
Bab III
Penutup
       I.            Simpulan.
Bahwasannya al-Qawaid al-Fiqhiyah, fiqh dan ushul fiqh tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lainnya karena ketiga hukum ini selalu berkaitan antara satu dengan yang lainnya. Al-Qawa’id al-Fiqhiyyah terkadang selalu menopang fiqh dan ushul fiqh. Ilmu fiqh mempunyai hubungan erat dengan al-qawa’id al- fiqhiyah karena al-qawa’id al-fiqhiyah merupakan kunci berpikir dalam pengembangan dan seleksi hukum fiqh. Dengan bantuan al-qawa’id al-fiqhiyah semakin tampak jelas semua permasalahan hukum baru yang tumbuh ditengah-tengah masyarakat dapat ditampung oleh syari’at Islam dan dengan mudah serta cepat dapat dipecahkan permasalahannya. Dari uraian di atas tampak bahwa al-qawaid fiqhiyyah mempunyai arti penting bagi fiqh dan mempunyai peranan signifikan dalam bidang tasyri’.
    II.            Penutup.
Demikianlah makalah yang dapat kami persembahkan, Tentunya banyak kekurangan didalam penulisan makalah pada kali ini, penulis mohonkan maaf beserta kritik dan saran yang konstruktif guna perbaikan kami pada penulisan makalah yang akan datang.

DAFTAR PUSTAKA

As-Shiddieqy, Hasbi, Pengantar Hukum Islam, cet III, Jakarta: Bulan Bintang, 1963.
As-Suyuthi, Jalaluddin Abd al-Rahman, Al-Asybah wa al-Nazhair fi Qowaid wa Furu’ Fiqh as-Syafi’i,cet. I, Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah,1399 H / 1979
Djazuli, Kaidah-Kaidah Fikih, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2007.
Mu’thi, Fadlolan Musyaffa’, Islam Agama Mudah, Langitan : Syauqi Prees, 2007.
Syahar, Saidus, Asas-Asas Hukum Islam, Bandung: Alumni , 1996.
Yunus,  Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia, Jakarta: Hidakarya Agung, 1990.




[1]Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia, Jakarta: Hidakarya Agung, 1990, hlm: 351.
[2]Jalaluddin Abd al-Rahmanal-Suyuthi, Al-Asybah wa al-Nazhair fi Qowaid wa Furu’ Fiqh as-Syafi’i,cet. I, Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah,1399 H / 1979, hlm: 5.
[4]Hasbi as-Shiddieqy, Pengantar Hukum Islam,cet III, Jakarta: Bulan Bintang, 1963, hlm : 235.
[5] Djazuli, Kaidah-Kaidah Fikih, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2007, hlm: 26.
[6]  Fadlolan Musyaffa’ Mu’thi, Islam Agama Mudah, Langitan : Syauqi Prees, 2007, hlm. 39
[7]  Fadlolan Musyaffa’ Mu’thi, Islam Agama Mudah, hlm. 8
[8]SaidusSyahar, Asas-AsasHukum Islam, Bandung: Alumni , 1996, hal : 35

Tidak ada komentar:

Posting Komentar